3.2.13

Kesan Pertama. catatanku tentang desa penuh inspirasi.


Stasiun Senen Jakarta, 19 Jan 2013.
Selamat pagi Jakarta! Kota ini sudah beberapa hari sangat ramai di bicarakan di berbagai media utamanya lini dunia maya. Jakarta di kabarkan terendam banjir yg merata di hampir semua titik. Kami sempat khawatir rute perjalanan akan menjadi kacau, beberapa kali kami berdiskusi di Progo tetang kemungkinan-kemungkinan lain dari rute yang akan kami ambil. Mengantisipasi rute awal yang mungkin akan terganggung karena banjir. Tp begitu sampai di stasiun senen, kami mendapati Jakarta yang kering. Kira-kira pukul 03.00 dini hari tim BFM sampai di stasiun Senen.  Beberapa dari kami langsung menuju mushola stasiun untuk solat isya yang di jamak dengan magrib. Aku sudah tadi menjamaknya di atas Progo.

Menunggu yang lain solat aku kebagian jagain barang di tepi stasiun, beberapa anak laki-laki pergi ke pusat informasi untuk menanyakan ada atau tidak kereta menuju Rangkas langsung dari stasiun senen. Tapi sayangnya tidak ada, jadi kami harus naik bus sampai kebayoran lama, baru dari sana kami naik kereta lagi menuju Rangkas. Selesai semuanya solat, kami bergantian pergi untuk cari makan, aku makan soto pagi itu. Lagi-lagi soto, nggak di jogja, nggak di Jakarta makannya tetep soto. Hahaha tapi memang aku doyan si :p

Selesai makan hampir semua teman-teman tertidur di selasar stasiun dekat mushola, masing-masing berbantalkan tas kerirnya. Mungkin semuanya lelah tertidur sambil duduk hampir 10 jam di Progo. Dan pagi itu kami terbangun karena suara azan subuh Jakarta dari mushola stasiun, seolah ia menjadi alarm alam pagi itu. Oke,lets goooo! Kami bergegas solat subuh dan segera bersiap mencari bus menuju kebayoran lama.
perjalanan ini benar-benar penuh perjuangan, selain masing-masing dari kami membawa tas kerir yang besar-besar, kami juga membawa 8 kardus ukuran kardus indomie dan bahkan ada yg lebih besar dari itu, sebagain besarnya berisi buku-buku, dan beberapa peralatan untuk membuat kerajinan tangan bersama anak-anak dan untuk keperluan membuat perpus di sana. Jadi setiap kali abis istirahat ritual untuk bangkit melanjutkan perjalan harus memakan waktu, jalan kami-pun tidak bisa terburu-buru karena beberapa kali anak laki-laki „ngaso“ akibat keberatan gotong kardus berisi buku-buku. hehe.. semoga semua amal baik kalian di balas Allah SWT ya temans J

lalu kami naik bus ke kebayoran lama, aku yang tertidur pulas (lagi) di dalam bus tak ingat betul jam brp kami berangkat dari senen. Yang jelas sampai di kebayoran lama sekitar pukul 06.50-an,lalu kami masih harus menunggu hampir lebih dari 30 menit untuk dapat naik kereta ke stasiun Rangkas. Untuk menghabiskan waktu, kami kembali Ngobrol-ngobrol satu sama lain, kami mulai saling mengenal teman-teman satu tim. Tp aku kehilangan teman satu tim materi seni di desa ku, yaitu Farida, kita belum sempat banyak berdiskusi tentang bagaimana nanti kita akan mengajar anak-anak SDN 2 Mekarsari. Hahaha yaa let it flow…

kira-kira pukul 08.00 kereta kami datang, kereta ekonomi yang banyak sekali penjual tahu sumedang bertabur mecin. Tapi karena lapar lagi, kamipun ngemil tahu mecin pagi itu. Nyam!
Entah karena apa? Lagi-lagi kami tertidur berjamaah di atas kereta api menuju stasiun Rangkas. 2 jam tidur dikereta ekomoni menuju Rangkas waktu itu lebih terasa nikmat dari pada tidur di progo, tidur di selasar stasiun Senen ataupun tidur di bus menuju kebayoran lama. Hampir semua teman-teman setuju 2 jam di atas kereta ekonomi Kebayoran Lama- Rangkas adalah tidur yang berkualitas :D

sampai rangkas, kami menepi lagi di pintu keluar stasiun, mengambil posisi “pewe” untuk meletakan barang kami yang tidak sedikit jumlahnya, dan kamipun duduk disela-sela tas kerir. Sambil menunggu Farida yang ternyata tertinggal kereta di serpong, kami membagi beberapa kelompok lagi untuk bergantian mencari makan siang. Walaupun baru jam 10 pagi, kami sudah laper lagi. Hahaha kerjaannya makan-tidur-makan-tidur, persiapan sebelum masuk ke dunia makan telur :p.

Lama juga kami menunggu Farida datang, sampai sempat solat dzuhur, main tiru gerak (judul permainannya aku ngarang) dan chitchat sama para pengamen di stasiun Rangkas, cadas ya XD. Sebenarnya aku tidak terlibat langsung chitchat dengan para pengamen itu, tapi sesekali aku menoleh saat mereka bersenandung.

Dan akhirnya hampir pukul setengah 1 siang si ade kecil ini (dia paling muda di antara kami semua, anak Geologi UGM angkatan 2011) datang juga di antar ibunya. Tanpa menunggu lama lagi, kami segera menuju angkot carteran menuju terminal Mandala, di sana kami sudah di tunggu mobil mini bus yang akan membawa kami menuju desa Mekarsari . Here we goooo!XD

Mobil mini bus melaju dari terminal Mandala sekitar jam 13 lewat waktu setempat. Dan perjalanan extreme ini pun di mulai! Hahaha.. aku sebut extreme karena memang sang sopir melajukan mobilnya dengan sangat brutal, sampai-sampai Soleh ingin muntah (yang ini mungkin juga faktor umur, hehe piss leh :p).
Estimasi yang kami tau Mandala-Mekarsari itu 5 jam, ternyata bisa di tempuh dengan 4 jam saja. Selain sang supir ngebut, jalanan menuju desa Mekarsari ini sangat berkelok, banyak sekali tikungan tajam yang kanan kirinya jurang, dan semakin dalam kami memasuki desa, jalanan semakin rusak dan banyak terjadi longsor. Siapa yang bisa menahan rasa waswas-nya? Tapi anehnya sebagian besar dari teman-teman tetap bisa tertidur pulas, mungkin ini yg dinamakan capek luar biasa. Dan Dari pada dari pada, aku memilih tidur juga hingga sampai di suatu tempat terdengar suara udin: “pantai… pantai… sebentar lagi Sawarna nih..” begitu kira-kira kata-kata udin. Aku dan yg lainnya terbangun daaaan subhanallah blassshh bagus banget dong, hamparan sawah berundak, beberapa pohon besar dan rindang, lalu dari kejauhan terlihat hamparan pantai. Haaaaa sangat amboy temans. Seolah pantai itu tersembunyi di balik hijaunya pepohonan J

Lalu setelah habis pemandangan pantai nan Indah, kami mulai memasuki jalanan yang di kanan kirinya mulai banyak pemukiman warga, yang aku ingat kami sempat melewati sebuah desa dengan nama aneh sekaligus lucu: desa kandang sapi. Di sana juga terdapat sekolah dasar dengan nama yang sama; SDN Kandang Sapi..jadilah kami tertawa geli.

Perjalanan masih butuh 1 jam lagi untuk sampai di desa Mekarsari, awan yang semakin mendung seolah menyambut kedatangan kami, dan benar saja, saat mini bus yang kami tumpangi ingin berbelok ke desa Mekarsari hujan pun akhirnya turun juga. Aku memang suka hujan, tapi kali ini aku menghawatirkan tas kerir yang ku kemas ngasal mungkin akan terkena rembesan air karena di taro di atap mobil, belum lagi tak terpikir oleh ku melapisi dalamnya dengan plastik. Oke aku pasrahkan saja.

Sampai di desa Mekarsari, kamipun di sambut dengan pemandangan desa yang elok dengan hamparan sawah yang hijau, banyaknya kolecer (semacam baling-baling bambu yang berputar saat diterpa angin) berjejer di pematang sawah membuat syahdu desa itu, dan kabut yang turunpun menambah magis romatis desa Mekarsari. Dari awal bertemu aku sudah bisa bilang kalau aku jatuh cinta :‘).

aku belum melihat wajah anak-anak desa Mekarsari, tapi dari wajah desanya yang begitu syahdu aku berfirasat ada banyak hal indah yang bisa ku pelajari. #basmallah :')

ini foto-foto saat perjalanan dari kebayoran lama-stasiun Rangkas:








*semua foto tentang perjalanan Lebak di blog ini aku dapat dari kamera mba Kinkintim dokumentasi desa Mekarsari. Hehe apik tenan mba Kinkin semua fotomu. Aku pinjam yaa 

love,
Mutiapple

30.1.13

Kereta Progo. catatan ku tentang desa penuh Inspirasi.


Jurnal ku tentang perjalanan hati di Lebak Banten.

bismillahirrahmanirrahim..

Yogyakarta, 18 Januari 2013. 
Sore ini tidak akan bisa ku lupakan temans. Aku yang dari kemarin sudah sibuk berkemas untuk perjalanan pertama ku mengabdi, terus berfikir apakah bawaan ku ini tidak berlebihan? Perjalanan 10 hari di Lebak banten ini serba pertama untuk ku. Pengalaman pertamanku menggunakan kereta Progo dengan rute Lempuyang-Senen, pertama kali aku menginap jauh dari rumah dengan bawaan ala anak gunung (bagian ini aku failed bgt karena bawa baju bejibun.hah), pertama kalinya berpergian dengan orang-orang yang hampir semuanya baru ku kenal tidak lebih dari 2 minggu, perjalanan pertama ku ke pedalaman Banten, dan ini akan menjadi pengalaman pertamaku mencicipi indahnya menjadi seorang guru. oh God, im sooooo excited! :D

Kerir hasil pinjaman ini seakan tak muat lagi untuk di masuki apa-apa. Yang bikin bingung laptop ku ini belum masuk, tapi kerir sudah menggelembung sesak. Aku berfikir keras, berulang mengeluarkan barang, jas hujan, mukena, sleeping bag, dan kawan-kawannya agar cemilan dan coklat oleh-oleh dari Jerman tak perlu di bawa dengan tas jinjing. Tapi beginilah aku, pengalaman pertama ini bener-bener harus banyak perbaikan, terutama soal menyoal berkemas! #noteformyselfsuperduper. 
Akhirnya aku membawa 1 kerir ukuran 45 liter punya Fardin, 1 tas selempang kecil punya Udin, dan tas jinjing pink DM. Lumayan ringkas untuk anak rempong macam aku, tapi cukup berlebihan kalo di bandingkan teman-teman yang lain. Belum lagi akhirnya, laptop ku titipkan di tas udin. Huh Failed banget.

Sore itu, pukul 15 aku sudah membuat janji dengan Udin dan sepupunya yang bernama mas Vikri untuk share taxi menuju stasiun Lempuyang. Aku tidak  begitu mengerti rutenya, tapi udin bilang, taxi akan menjemput mas vikri dulu, lalu udin dan yang terakhir baru aku. Jam 15.3o mereka baru sampai di kosan ku Jln. Kaliurang KM.4,5 gang Asmorodono. Kosan yang sudah 2 minggu ini aku tempati selama aku di Jogja. Kami melaju lambat sore itu karena dibeberapa titik di jogja ada genangan air bekas hujan siang tadi. Begitulah Jogja di bulan Januari, habis subuh hujan, lalu reda, habis dzuhur hujan lagi, lalu reda, habis magrib kadang hujan lagi. Jadi, sebuah hal yang biasa jika kehujanan di Jogja :D

Setelah beberapa lama, aku, udin dan mas Vikri sampai di Lempuyang. Pertama kali yang ku jumpai adalah mba Ispri. Dan hatiku langsung deg! Mata ku tertuju pada tasnya mba ispri yang kecil. Haaaa kenapa dia bawaannya dikit banget. Kenapa udin kerir-nya juga lebih ringan dari pada aku? *balada anak rempong*. Nggak lama menunggu, tiba-tiba mas Lambang, mba tya dan Fardin datang. Mereka memang tidak ikut serta dalam project BFM kali ini, mereka hanya ingin melepas kepergian kami.

Lalu setelah itu yang lain mulai berdatangan, mas Abi dan mba Zizi datang besamaan, Kinkin datang dari abis beli pulsa, katanya dia datang paling pertama tapi yang lain belum ada. Kami Ngobrol-ngobrol sebentar lalu soleh datang membawa kardus-kardus berisi buku-buku yang telah kami kemas bersama beberapa hari lalu. Yang lain datang menyusul saat aku sudah duduk manis di kereta.

Aku udah nggak sabar untuk segera menuju kereta Progo pertama ku.  Kereta yang tiketnya mureeeh banget loh seriusan, Jogja –senen 35K saja temans. Tapi yaa dengan fasilitas merakyat yah. Karena pertama kali, jadi ya mutia ndeso gitu. . :p

Kami tim project Lebak BFM tidak  semuanya 1 gerbong, kami terbagi menjadi 2 gerbong. Aku kebagian duduk dekat udin dan kebagian jagain buku-buku yang di taro di bawah kaki kami. Oia, tim project Lebak kali ini di bagi menjadi 2 tim, satu desa beranggotakan 7 orang. Di desa Mekarsari ada aku, mas Vikri, Kinkin, Soleh, Epen, Arief, dan Farida yang nanti akan ketemuan di stasiun Rangkas. Dan di desa Girimukti ada Udin, Dian, Nindya, Mba Zizi, mas Abi, akang Ahmad, dan mba Ispri.  Soleh adalah coordinator lapangan desa Mekarsari, dan Udin adalah coordinator lapangan desa Girimukti.

Pukul 17.00-an kami baru melaju, meleset beberapa menit dari jadwal yang seharusnya 16.50. karena ini perjalanan malam, aku yang sangat pelor (nempel dikit molor) menghabiskan waktu di kereta dengan banyak tidur, sambil sesekali sempat mambaca buku Quantum Teaching yang di bekali mas Lambang untuk kami para tim pengajar di Project ini.

Kereta cukup banyak singgah di stasiun yang sebagain besar tidak bisa ku baca nama nya, karena satu dan lain hal. Yang ku ingat kita lama berhenti di Cirebon dan aku turun untuk maksud beli minum dan cemilan. Tapi nggak jadi karena bingung keluarnya lewat mana, ternyata indomaret-nya harus keluar pintu stasiun gitu. Ndeso #2. Hahaha

Kereta Progo itu sebenernya enak, kalo saja lebih bersih, kalo soal panas aku pasrah karena ini memang ekonomi non ac, tapi kalo kebersihan aku rasa masih bisa di usahakan. Tapi udin cerita kalo keadaan Progo yang kunaiki itu sudah banyak perbaikan, terutama soal menyoal aturan penumpang. Aku tidak mendapati penumpang yang bersesak sampai berdiri, semua harus duduk sesuai tiketnya, dan penumpang tidak lagi bisa tiduran sembarangan di selasar gerbong. Good job! J

Di atas Progo aku melihat satu lagi pelajaran hidup. Aku mendapati mereka yang berjuang mencari rezeki dengan menjajakan dagangan di Progo. Sudah biasa mungkin aku lihat orang berjualan. Tapi yang beda kali ini adalah soal waktu yang mereka ambil sebagai jam kerja, nggak main-main temans. Tengah malam sampai pagi hari. Mondar-mandir di banyaknya gerbong Progo, dengan selasar gerbong yang tidak begitu besar. Dan  mereka harus masih berbagi jalan dengan para penjajak dagangan yang lain.

Ini memang realita yang banyak kutemui di negeri tercinta ku, perjuangan mencari sesuap nasi bukan hal remeh yang bisa ku bilang gampang. Tapi aku bukan ingin menulis soal nasib mereka yang masih di bawah kemakmuran. Aku ingin menulis kesan ku melihat semangat mereka, menerima pekerjaan yang ada dan menjalaninya. Begitu memang seharusnya kehidupan, jalan terus dan harus selalu disyukuri.
Aku yang lama meninggalkan Indonesia hampir lupa melihat mereka, mungkin ku pantau lewat berita online di dunia maya, tapi melihat langsung wajah peluh mereka menorehkan rasa yang berbeda di hati ini. Rasa yang lebih membekas, dan ada semacam janji hati yang terucap dalam diam ku di Progo, semoga aku bisa berbuat sesuatu untuk sesama dan yang paling dekat dengan diriku, aku bisa melihat masalah lebih bijaksana.

Ini beberapa foto di kereta Progo, lebih menggambarkan teman-teman ku tetimbang keadaan keretanya, nggak apa-apa ya dari pada nggak sama sekali :p




*semua foto tentang perjalanan Lebak di blog ini aku dapat dari kamera mba Kinkin tim dokumentasi desa Mekarsari. Hehe apik tenan mba Kinkin semua fotomu. Aku pinjam yaa J



**tulisan ini menjadi chapter awal dalam perjalanan 10 hari keikutsertaan ku dalam Project Book for Mountain di Lebak Banten. banyak PR tulisan yang belum juga rampung. maafkan.

love

Mutiapple