30.1.13

Kereta Progo. catatan ku tentang desa penuh Inspirasi.


Jurnal ku tentang perjalanan hati di Lebak Banten.

bismillahirrahmanirrahim..

Yogyakarta, 18 Januari 2013. 
Sore ini tidak akan bisa ku lupakan temans. Aku yang dari kemarin sudah sibuk berkemas untuk perjalanan pertama ku mengabdi, terus berfikir apakah bawaan ku ini tidak berlebihan? Perjalanan 10 hari di Lebak banten ini serba pertama untuk ku. Pengalaman pertamanku menggunakan kereta Progo dengan rute Lempuyang-Senen, pertama kali aku menginap jauh dari rumah dengan bawaan ala anak gunung (bagian ini aku failed bgt karena bawa baju bejibun.hah), pertama kalinya berpergian dengan orang-orang yang hampir semuanya baru ku kenal tidak lebih dari 2 minggu, perjalanan pertama ku ke pedalaman Banten, dan ini akan menjadi pengalaman pertamaku mencicipi indahnya menjadi seorang guru. oh God, im sooooo excited! :D

Kerir hasil pinjaman ini seakan tak muat lagi untuk di masuki apa-apa. Yang bikin bingung laptop ku ini belum masuk, tapi kerir sudah menggelembung sesak. Aku berfikir keras, berulang mengeluarkan barang, jas hujan, mukena, sleeping bag, dan kawan-kawannya agar cemilan dan coklat oleh-oleh dari Jerman tak perlu di bawa dengan tas jinjing. Tapi beginilah aku, pengalaman pertama ini bener-bener harus banyak perbaikan, terutama soal menyoal berkemas! #noteformyselfsuperduper. 
Akhirnya aku membawa 1 kerir ukuran 45 liter punya Fardin, 1 tas selempang kecil punya Udin, dan tas jinjing pink DM. Lumayan ringkas untuk anak rempong macam aku, tapi cukup berlebihan kalo di bandingkan teman-teman yang lain. Belum lagi akhirnya, laptop ku titipkan di tas udin. Huh Failed banget.

Sore itu, pukul 15 aku sudah membuat janji dengan Udin dan sepupunya yang bernama mas Vikri untuk share taxi menuju stasiun Lempuyang. Aku tidak  begitu mengerti rutenya, tapi udin bilang, taxi akan menjemput mas vikri dulu, lalu udin dan yang terakhir baru aku. Jam 15.3o mereka baru sampai di kosan ku Jln. Kaliurang KM.4,5 gang Asmorodono. Kosan yang sudah 2 minggu ini aku tempati selama aku di Jogja. Kami melaju lambat sore itu karena dibeberapa titik di jogja ada genangan air bekas hujan siang tadi. Begitulah Jogja di bulan Januari, habis subuh hujan, lalu reda, habis dzuhur hujan lagi, lalu reda, habis magrib kadang hujan lagi. Jadi, sebuah hal yang biasa jika kehujanan di Jogja :D

Setelah beberapa lama, aku, udin dan mas Vikri sampai di Lempuyang. Pertama kali yang ku jumpai adalah mba Ispri. Dan hatiku langsung deg! Mata ku tertuju pada tasnya mba ispri yang kecil. Haaaa kenapa dia bawaannya dikit banget. Kenapa udin kerir-nya juga lebih ringan dari pada aku? *balada anak rempong*. Nggak lama menunggu, tiba-tiba mas Lambang, mba tya dan Fardin datang. Mereka memang tidak ikut serta dalam project BFM kali ini, mereka hanya ingin melepas kepergian kami.

Lalu setelah itu yang lain mulai berdatangan, mas Abi dan mba Zizi datang besamaan, Kinkin datang dari abis beli pulsa, katanya dia datang paling pertama tapi yang lain belum ada. Kami Ngobrol-ngobrol sebentar lalu soleh datang membawa kardus-kardus berisi buku-buku yang telah kami kemas bersama beberapa hari lalu. Yang lain datang menyusul saat aku sudah duduk manis di kereta.

Aku udah nggak sabar untuk segera menuju kereta Progo pertama ku.  Kereta yang tiketnya mureeeh banget loh seriusan, Jogja –senen 35K saja temans. Tapi yaa dengan fasilitas merakyat yah. Karena pertama kali, jadi ya mutia ndeso gitu. . :p

Kami tim project Lebak BFM tidak  semuanya 1 gerbong, kami terbagi menjadi 2 gerbong. Aku kebagian duduk dekat udin dan kebagian jagain buku-buku yang di taro di bawah kaki kami. Oia, tim project Lebak kali ini di bagi menjadi 2 tim, satu desa beranggotakan 7 orang. Di desa Mekarsari ada aku, mas Vikri, Kinkin, Soleh, Epen, Arief, dan Farida yang nanti akan ketemuan di stasiun Rangkas. Dan di desa Girimukti ada Udin, Dian, Nindya, Mba Zizi, mas Abi, akang Ahmad, dan mba Ispri.  Soleh adalah coordinator lapangan desa Mekarsari, dan Udin adalah coordinator lapangan desa Girimukti.

Pukul 17.00-an kami baru melaju, meleset beberapa menit dari jadwal yang seharusnya 16.50. karena ini perjalanan malam, aku yang sangat pelor (nempel dikit molor) menghabiskan waktu di kereta dengan banyak tidur, sambil sesekali sempat mambaca buku Quantum Teaching yang di bekali mas Lambang untuk kami para tim pengajar di Project ini.

Kereta cukup banyak singgah di stasiun yang sebagain besar tidak bisa ku baca nama nya, karena satu dan lain hal. Yang ku ingat kita lama berhenti di Cirebon dan aku turun untuk maksud beli minum dan cemilan. Tapi nggak jadi karena bingung keluarnya lewat mana, ternyata indomaret-nya harus keluar pintu stasiun gitu. Ndeso #2. Hahaha

Kereta Progo itu sebenernya enak, kalo saja lebih bersih, kalo soal panas aku pasrah karena ini memang ekonomi non ac, tapi kalo kebersihan aku rasa masih bisa di usahakan. Tapi udin cerita kalo keadaan Progo yang kunaiki itu sudah banyak perbaikan, terutama soal menyoal aturan penumpang. Aku tidak mendapati penumpang yang bersesak sampai berdiri, semua harus duduk sesuai tiketnya, dan penumpang tidak lagi bisa tiduran sembarangan di selasar gerbong. Good job! J

Di atas Progo aku melihat satu lagi pelajaran hidup. Aku mendapati mereka yang berjuang mencari rezeki dengan menjajakan dagangan di Progo. Sudah biasa mungkin aku lihat orang berjualan. Tapi yang beda kali ini adalah soal waktu yang mereka ambil sebagai jam kerja, nggak main-main temans. Tengah malam sampai pagi hari. Mondar-mandir di banyaknya gerbong Progo, dengan selasar gerbong yang tidak begitu besar. Dan  mereka harus masih berbagi jalan dengan para penjajak dagangan yang lain.

Ini memang realita yang banyak kutemui di negeri tercinta ku, perjuangan mencari sesuap nasi bukan hal remeh yang bisa ku bilang gampang. Tapi aku bukan ingin menulis soal nasib mereka yang masih di bawah kemakmuran. Aku ingin menulis kesan ku melihat semangat mereka, menerima pekerjaan yang ada dan menjalaninya. Begitu memang seharusnya kehidupan, jalan terus dan harus selalu disyukuri.
Aku yang lama meninggalkan Indonesia hampir lupa melihat mereka, mungkin ku pantau lewat berita online di dunia maya, tapi melihat langsung wajah peluh mereka menorehkan rasa yang berbeda di hati ini. Rasa yang lebih membekas, dan ada semacam janji hati yang terucap dalam diam ku di Progo, semoga aku bisa berbuat sesuatu untuk sesama dan yang paling dekat dengan diriku, aku bisa melihat masalah lebih bijaksana.

Ini beberapa foto di kereta Progo, lebih menggambarkan teman-teman ku tetimbang keadaan keretanya, nggak apa-apa ya dari pada nggak sama sekali :p




*semua foto tentang perjalanan Lebak di blog ini aku dapat dari kamera mba Kinkin tim dokumentasi desa Mekarsari. Hehe apik tenan mba Kinkin semua fotomu. Aku pinjam yaa J



**tulisan ini menjadi chapter awal dalam perjalanan 10 hari keikutsertaan ku dalam Project Book for Mountain di Lebak Banten. banyak PR tulisan yang belum juga rampung. maafkan.

love

Mutiapple