Jurnal ku tentang
perjalanan hati di Lebak Banten.
bismillahirrahmanirrahim..
Yogyakarta, 18 Januari 2013.
Sore ini tidak akan bisa ku lupakan temans. Aku yang dari kemarin sudah sibuk
berkemas untuk perjalanan pertama ku mengabdi, terus berfikir apakah bawaan ku
ini tidak berlebihan? Perjalanan 10 hari di Lebak banten ini serba pertama
untuk ku. Pengalaman pertamanku menggunakan kereta Progo dengan rute
Lempuyang-Senen, pertama kali aku menginap jauh dari rumah dengan bawaan ala
anak gunung (bagian ini aku failed bgt karena bawa baju bejibun.hah), pertama
kalinya berpergian dengan orang-orang yang hampir semuanya baru ku kenal tidak
lebih dari 2 minggu, perjalanan pertama ku ke pedalaman Banten, dan ini akan
menjadi pengalaman pertamaku mencicipi indahnya menjadi seorang guru. oh God,
im sooooo excited! :D
Kerir hasil pinjaman ini
seakan tak muat lagi untuk di masuki apa-apa. Yang bikin bingung laptop ku ini
belum masuk, tapi kerir sudah menggelembung sesak. Aku berfikir keras, berulang
mengeluarkan barang, jas hujan, mukena, sleeping bag, dan kawan-kawannya agar
cemilan dan coklat oleh-oleh dari Jerman tak perlu di bawa dengan tas jinjing.
Tapi beginilah aku, pengalaman pertama ini bener-bener harus banyak perbaikan,
terutama soal menyoal berkemas! #noteformyselfsuperduper.
Akhirnya aku membawa
1 kerir ukuran 45 liter punya Fardin, 1 tas selempang kecil punya Udin, dan tas
jinjing pink DM. Lumayan ringkas untuk anak rempong macam aku, tapi cukup
berlebihan kalo di bandingkan teman-teman yang lain. Belum lagi akhirnya,
laptop ku titipkan di tas udin. Huh Failed banget.
Sore itu, pukul 15 aku sudah
membuat janji dengan Udin dan sepupunya yang bernama mas Vikri untuk share taxi
menuju stasiun Lempuyang. Aku tidak
begitu mengerti rutenya, tapi udin bilang, taxi akan menjemput mas vikri
dulu, lalu udin dan yang terakhir baru aku. Jam 15.3o mereka baru sampai di
kosan ku Jln. Kaliurang KM.4,5 gang Asmorodono. Kosan yang sudah 2 minggu ini
aku tempati selama aku di Jogja. Kami melaju lambat sore itu karena dibeberapa
titik di jogja ada genangan air bekas hujan siang tadi. Begitulah Jogja di
bulan Januari, habis subuh hujan, lalu reda, habis dzuhur hujan lagi, lalu
reda, habis magrib kadang hujan lagi. Jadi, sebuah hal yang biasa jika kehujanan di Jogja :D
Setelah beberapa lama, aku,
udin dan mas Vikri sampai di Lempuyang. Pertama kali yang ku jumpai adalah mba
Ispri. Dan hatiku langsung deg! Mata ku tertuju pada tasnya mba ispri yang
kecil. Haaaa kenapa dia bawaannya dikit banget. Kenapa udin kerir-nya juga
lebih ringan dari pada aku? *balada anak rempong*. Nggak lama menunggu, tiba-tiba
mas Lambang, mba tya dan Fardin datang. Mereka memang tidak ikut serta dalam
project BFM kali ini, mereka hanya ingin melepas kepergian kami.
Lalu setelah itu yang lain mulai berdatangan, mas Abi dan mba Zizi
datang besamaan, Kinkin datang dari abis beli pulsa, katanya dia datang paling
pertama tapi yang lain belum ada. Kami Ngobrol-ngobrol sebentar lalu soleh
datang membawa kardus-kardus berisi buku-buku yang telah kami kemas bersama
beberapa hari lalu. Yang lain datang
menyusul saat aku sudah duduk manis di kereta.
Aku udah nggak sabar untuk
segera menuju kereta Progo pertama ku. Kereta
yang tiketnya mureeeh banget loh seriusan, Jogja –senen 35K saja temans. Tapi
yaa dengan fasilitas merakyat yah. Karena pertama kali, jadi ya mutia ndeso
gitu. . :p
Kami tim project Lebak BFM
tidak semuanya 1 gerbong, kami terbagi
menjadi 2 gerbong. Aku kebagian duduk dekat udin dan kebagian jagain buku-buku
yang di taro di bawah kaki kami. Oia, tim project Lebak kali ini di bagi
menjadi 2 tim, satu desa beranggotakan 7 orang. Di desa Mekarsari ada aku,
mas Vikri, Kinkin, Soleh, Epen, Arief, dan Farida yang nanti akan ketemuan di stasiun
Rangkas. Dan di desa Girimukti ada Udin, Dian, Nindya, Mba Zizi, mas Abi, akang
Ahmad, dan mba Ispri. Soleh adalah
coordinator lapangan desa Mekarsari, dan Udin adalah coordinator lapangan desa
Girimukti.
Pukul 17.00-an kami baru
melaju, meleset beberapa menit dari jadwal yang seharusnya 16.50. karena ini
perjalanan malam, aku yang sangat pelor (nempel dikit molor) menghabiskan waktu
di kereta dengan banyak tidur, sambil sesekali sempat mambaca buku Quantum Teaching
yang di bekali mas Lambang untuk kami para tim pengajar di Project ini.
Kereta cukup banyak singgah
di stasiun yang sebagain besar tidak bisa ku baca nama nya, karena satu dan
lain hal. Yang ku ingat kita lama berhenti di Cirebon dan aku turun untuk
maksud beli minum dan cemilan. Tapi nggak jadi karena bingung keluarnya lewat
mana, ternyata indomaret-nya harus keluar pintu stasiun gitu. Ndeso #2. Hahaha
Kereta Progo itu sebenernya
enak, kalo saja lebih bersih, kalo soal panas aku pasrah karena ini memang
ekonomi non ac, tapi kalo kebersihan aku rasa masih bisa di usahakan. Tapi udin
cerita kalo keadaan Progo yang kunaiki itu sudah banyak perbaikan, terutama
soal menyoal aturan penumpang. Aku tidak mendapati penumpang yang bersesak
sampai berdiri, semua harus duduk sesuai tiketnya, dan penumpang tidak lagi
bisa tiduran sembarangan di selasar gerbong. Good job! J
Di atas Progo aku melihat satu lagi pelajaran hidup. Aku mendapati
mereka yang berjuang mencari rezeki dengan menjajakan dagangan di Progo. Sudah
biasa mungkin aku lihat orang berjualan. Tapi yang beda kali ini adalah soal waktu
yang mereka ambil sebagai jam kerja, nggak main-main temans. Tengah malam
sampai pagi hari. Mondar-mandir di banyaknya gerbong Progo, dengan selasar
gerbong yang tidak begitu besar. Dan
mereka harus masih berbagi jalan dengan
para penjajak dagangan yang lain.
Ini memang realita yang
banyak kutemui di negeri tercinta ku, perjuangan mencari sesuap nasi bukan hal
remeh yang bisa ku bilang gampang. Tapi aku bukan ingin menulis soal nasib
mereka yang masih di bawah kemakmuran. Aku ingin menulis kesan ku melihat
semangat mereka, menerima pekerjaan yang ada dan menjalaninya. Begitu memang
seharusnya kehidupan, jalan terus dan harus selalu disyukuri.
Aku yang lama meninggalkan
Indonesia hampir lupa melihat mereka, mungkin ku pantau lewat berita online di
dunia maya, tapi melihat langsung wajah peluh mereka menorehkan rasa yang
berbeda di hati ini. Rasa yang lebih membekas, dan ada semacam janji hati yang
terucap dalam diam ku di Progo, semoga aku bisa berbuat sesuatu untuk sesama
dan yang paling dekat dengan diriku, aku bisa melihat masalah lebih bijaksana.
Ini beberapa foto di kereta
Progo, lebih menggambarkan teman-teman ku tetimbang keadaan keretanya, nggak apa-apa ya dari pada nggak sama sekali :p
*semua foto tentang perjalanan Lebak di blog ini aku
dapat dari kamera mba Kinkin tim dokumentasi desa Mekarsari. Hehe apik tenan
mba Kinkin semua fotomu. Aku pinjam yaa J
**tulisan ini menjadi chapter awal dalam perjalanan 10 hari keikutsertaan ku dalam Project Book for Mountain di Lebak Banten. banyak PR tulisan yang belum juga rampung. maafkan.
love
Mutiapple